Jadi vegetarian itu asik.
Kalo pas lagi hadir di acara-acara resmi, ente akan jauh dari kesan “rakus”. Malah orang jadi takjub ngeliat isi piring ente cuma nasi, kangkung, sama timun.
Bagus kalo ente doyan sambel biar orang-orang tahu selera ente masih manusiawi. Mana ada ‘kan kambing makan sambel.
Jadi, sebagai vegetarian, ente pasti peka sama sudut mata orang. Dilirik-lirik itu biasa. Ditanya-tanyain kayak baru keluar kuburan, juga anggap basa-basi aja.
“Bang, ndak makan kambing, ya?”
“Opor ayamnya enak. Kok, ndak diambil?”
Balas pakek senyum.
Pokoknya, di tempat makan publik, vegetarian harus sering-sering senyum. Itu menunjukkan keramah-tamahan dan budi yang tinggi.
Menurut pakar-pakar kuliner, nih, ya: you are what you eat. Makanan menggambarkan kepribadian penikmatnya. Kesimpulannya, di atas piring ente dipertaruhkan dedikasi dan kredibilitas para vegetarian sebumi ini.
Yah, walaupun sebenarnya, sih, cuman karena malas aja kasih jawaban template: “Saya ndak makan daging.”
Saya vegetarian sejak kecil. Vegetarian yang tidak direncanakan. Artinya, saya udah vegetarian jauh sebelum saya pertama kali merencanakan sesuatu. Ini sebenarnya rahasia. Bapak Ariel Noah itu aja ndak pernah tau soal ini.
Sekarang ini, setelah saya jadi pengusaha ayam yang sukses dengan omzet ratusan juta rupiah per bulan (mohon diaminkan saja), saya masih tetap vegetarian. Ayam-ayam Arab dan Pejantan di kandang saya merasa lega karena saya sama sekali ndak ngiler liat daging mereka yang montok-montok.
Saya dan ayam-ayam saya bahkan merasa akrab satu sama lain. Kami ndak pernah keki-kekian apalagi berantem terkait isu SARA. Kami hidup dalam damai….
….sampai masa panen tiba….
Pengepul datang lalu ayam-ayam itupun dibawa pergi entah ke mana. Saya ngeri membayangkan bagaimana nasib mereka setelah itu…
Untungnya saya ndak ngeri melihat kertas-kertas merah dengan angka 1 dan deretan angka 0 yang indah itu… Ah, kebayang bagaimana istri tercinta akan menyambut dengan senyuman paling mesra.
Saya langsung lupa soal ayam kalo udah denger klentang-klentong gelas kopi yang dibikin istri. Tentu saja, plus rokok. Bener-bener surga….
Maka, demikianlah. Saya ndak pernah lama berada dalam surga. Kertas-kertas rupiah itu dalam sekejap berpindah tangan. Ke tangan istri. Sepi.
Kalo udah begitu, saya kembali ingat sama ayam-ayam yang telah pergi. Saat ini mereka mungkin sedang menjalani takdirnya. Jadi sate, jadi opor, jadi martabak.
Dan, jauh di dalam hati saya berkata: Aiam vegetarian last forever. Endak tau artinya apa.